Senin, 07 April 2008

Penambangan di Kepulauan Riau Dikeluhkan

TEMPO Interaktif, Tanjung Pinang
Masyarakat sejumlah pulau di Kepulauan Riau mulai mengeluhkan aktivitas pertambangan di tempat mereka tinggal. Beberapa di antaranya diduga merusak ekologi. Keluhan ini banyak disampaikan kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Kepulauan Riau Hendri Frankim. Selama masa reses, anggota DPD yang kembali ke daerah pemilihannya tersebut menerima pangaduan masyarakat soal maraknya penambangan yang merusak ekologi.
Ia mencontohkan dengan penambangan di Pulau Sebaruk (43 hektar) yang telah dikeluarkan izinnya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan. Pasir besi di kawasan itu kemudian diekspor ke Singapura. Frankim menilai, seharusnya penambangan tidak diizinkan sembarangan karena dikhawatirkan merusak lingkungan sekitar. "Takutnya seperti pulau Sebaik," kata Frankim di Tanjungpinang.
Kalau pun diberikan izin, ia berharap ada peninjauan dan pengujian kelayakan di lapangan. "Jangan kalau sudah parah baru dihentikan," katanya lagi. Kepulauan Riau sebenarnya menyimpan kekayaan alam berupa bauxite, pasir timah, dan pasir darat. Namun, menurut Frankim, penambangan itu belum mensejahterakan masyarakat sekitar. Apalagi tambang yang sudah tidak berproduksi tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian masyarakat.
"Ke mana larinya hasil tambang puluhan tahun itu?" ungkap Frankim. Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Muhammad Nur, SH berjanji akan mengecek keluhan DPD itu. Ia akan mengevaluasi kegiatan perusahaan tambang di sana, termasuk di Bintan dan Pulau Sebaruk itu. Diakui, penambangan buxit selama ini dilakukan PT. Antam, namun soal pendapatan asli daerah pihaknya belum ada data kongkrit, karena Provinsi Kepri baru berdiri. "Dari dulu penambanga itu ada, jadi tidak adil bila semua itu ditimpakan ke pihak provinsi yang beru berdiri," katanya. Namun masukan dari anggota dewan perwakilan daerah Kepri itu positif.
Sumber : Rumbadi Dalle, Tempo Interaktif

Tidak ada komentar: