Senin, 07 April 2008

Tolak Sunat Perempuan

PERLU tidaknya perempuan disunat atau dikhitan, terus menjadi polemik. Setelah Departemen Kesehatan menyatakan dari kacamata medis, sunat justru menyakiti perempuan, Kementerian Peranan Perempuan melontarkan penolakan secara keras terhadap tradisi itu.

"Tidak benar kalau sunat perempuan itu merupakan kewajiban agama. Kami menilai itu bukan kultur kita. Kalau sunat untuk anak laki-laki itu boleh. Sebaliknya untuk perempuan, itu justru menyakitkan jika dilihat dari kacamata medis,"ujar Menneg Peranan Perempuan, Meutia Hatta di Jakarta.


Dijelaskannya, sunat bagi perempuan merupakan kebudayaan bangsa Mesir. Namun, budaya itu tidak sepenuhnya diikuti oleh rakyat Mesir sendiri. "Tidak semua orang Mesir melakukannya. Ini yang perlu diketahui. Itu merusak dan kami sudah mengimbau agar perempuan tidak melakukannya. Itu mutilasi gaya lokal, tubuh untuk tidak utuh lagi. Itu juga praktik kultur saja, bukan ajaran agama," jelasnya.

Selain menyoroti masalah sunat perempuan, putri proklamator Bung Hatta ini juga menyayangkan masih banyaknya perempuan yang hidupnya selaluteraniaya. Bahkan, meski sudah bersuami, banyak perempuan dengan dalih kemiskinan, diperdagangkan.

Tindak pidana ini dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Perdagangan orang telah memberikan dampak fisik, psikologis, dan sosial yang berat bagi korban. "Terutama perempuan dan anak-anak yang menderita luar biasa. Ini melanggar HAM dan secara tidak langsung telah merendahkan martabat bangsa," ujarnya lagi. Diakui Meutia, banyaknya kaum hawa yang diperjualbelikan disebabkanberbagai faktor seperti ketergantungan, kemiskinan dan faktor kebodohan.

"Itu semua karena pendidikan yang rendah. Kita sedang melakukanberbagai cara agar kaum perempuan tidak lagi mengalami kekerasan. Meski ada juga laki-laki yang dikerasi istrinya," ujarnya.

Tidak ada komentar: