Minggu, 06 April 2008

61 TAHUN MERDEKA, WARGA MASIH MINUM AIR HUJAN

Oleh : Oleh Indra Goeltom - Warta Bumi Antara
Jambi (ANTARA) ‐ Bangsa Indonesia tidak lama lagi merayakan kemerdekaan 17 Agustus 2008, dan ini merupakan perjalanan panjang bagi bangsa ini mengurangi ketertinggalan demi kesejahteraan rakyatnya.
Pemerataan pembangunan dengan tiga dekade era Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba), dan kini era Reformasi agaknya sulit dicapai, sebab berbagai persoalaan dengan segala ʺcarut‐marutʺ terus berlangsung seakan tanpa solusi.

Era Orba diakui atau tidak program pembangunan mengarahkan ke sektor pedesaan. Sampai‐sampai semua masuk desa, seperti ABRI masuk Desa (AMD) atau kini TNI Manunggal, listrik masuk desa, dan
koran pun masuk desa (KMD).

Tapi program air bersih masuk desa waktu itu belum terdengar, sehingga menjadi bukti kongkret bagi wilayah pantai timur Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) dan Tanjung Jabung Timur, ProvinsiJambi, hingga kini baru sebagian kecil wilayah tersentuh air bersih.

Akibatnya masyarakat di dua wilayah kabupaten di pesisir pantai laut Cina Selatan dan Selat Berhala itu untuk kebutuhan air bersih bergantung pada air hujan. Jika musim hujan merupakan berkah bagi
masyarakat setempat. Tapi bila musim kemarau sepertinya ʹnerakaʹ bagi mereka.

Warga pantai timur Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, terutama yang
berada di desa‐desa lebih suka mengonsumsi air hujan dari pada air sumur galian atau sumur bor.

Rosna, salah seorang warga Desa Air Hitam, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mengatakan, warga di desanya yang jauh dari pusat pemerintahan kabupaten dan kecamatan atau berada sembilan mil dari garis pantai mengonsumsi air hujan karena daerahnya belum tersentuh pembangunan instalasi air bersih.

Wanita yang juga petani kelapa itu, menuturkan, warga desa hingga kini terpaksa mengonsumsi air hujan, meski ada penilaian suatu saat bisa berdampak negatif terhadap kesehatan. ʺKami lebih berani
minum air hujan tanpa dimasak daripada mengonsumsi air setengah matang yang justru bisa menimbulkan sakit perut,ʺ katanya.

Warga memanfaatkan air sumur hanya untuk kebutuhan mandi dan mencuci, karena airnya keruh terkontaminasi air laut, kata Rosna asal keturunan bugis Sulawesi Selatan yang mengaku lahir 30 tahun laludi Desa Air Hitam.

Ratusan tahun Namun, bagi warga Desa Kampung Laut, seperti yang diungkapkan M Yasin, mengonsumsi air hujan, air sumur, dan air Sungai Batanghari bagi warga desa sudah lama menjadi tradisi, yakni sejak puluhan tahun
bahkan mungkin ratusan tahun lalu.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dimekarkan dari kabupaten induk Tanjung Jabung Barat pada 1999, kini memiliki 11 kecamatan yang wilayahnya dipisahkan sungai, anak sungai, dan laut dengan jumlah
penduduk sekitar 275.000 jiwa.

Menurut Syarifuddin, warga Desa Parit II Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, warga
Kota Kuala Tungkal sebagian besar masih memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari‐hari, termasuk untuk konsumsi.

Namun, kini warga setempat juga mulai hati‐hati menggunakan air hujan yang ditampung dari atap seng rumah, karena terkontaminasi kotoran burung walet, menyusul kian maraknya usaha sarang burung walet didaerah itu.

Sementara itu, mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Dr H Hamid Syam mengatakan, pihaknya pada 1998- 1999 pernah meneliti ketergantungan masyarakat mengonsumsi air hujan di wilayah pantai timur.
Dari hasil penelitian, minum air hujan selain menimbulkan diare, disentri, juga radang gigi.

Karena itu, ia menyarankan kepada masyarakat pantai timur yang masih mengonsumsi air hujan, untuk mengendapkannya terlebih dahulu selama tiga hari sampai seminggu yang dicampur dengan garam ala
kadarnya, untuk mengimbangi zat berbahaya yang ada di air hujan.

Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap air hujan dan memenuhi kebutuhan air bersih, Bupati Tanjung Jabung Barat, DR Ir Syafrial MS mengakui pihaknya kini tengah mengusulkan pinjaman ke pemerintah pusat melalui Depkeu Rp100 miliar, untuk membangun instalasi air bersih.

Keberadaan PDAM Kuala Tungkal, Kab. Tanjung Jabung Barat kini belum mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi sekitar 380.000 jiwa masyarakat Tanjung Jabung Barat, karena kapasitas terpasangnya baru 40 liter per detik.

PDAM setempat kini baru bisa melayani masyarakat/pelanggan di Kota Kuala Tungkal sekitar 10.000
pelanggan. Itu pun tiap hari pelayanan ke pelanggan dilakukan secara bergilir.

Akibatnya sampai kini masyarakat Tanjabbar, khususnya di Kuala Tungkal, sebagian besar masih
mengonsumsi air hujan yang tidak terjamin bagi kesehatan manusia. Itu yang membuat saya berjuang membangun instalasi air bersih.

Masak sudah 63 tahun Indonesia merdeka masih ada rakyat kita minum air hujan, kata Syafrial yang baru
enam bulan menjabat Bupati Tanjabbar. (Uu.SYS/B/K002/C/K002)

Tidak ada komentar: